8 hal yang dianggap “minimalis” oleh masyarakat kelas menengah atas yang oleh keluarga kelas pekerja disebut “sampah” – VegOut
Ada garis tipis antara kesederhanaan dan hak istimewa.
Di tengah maraknya “lemari kapsul” dan “tantangan yang merapikan barang-barang,” minimalis menjadi lebih tentang identitas daripada kepraktisan. Ini dimulai sebagai sebuah filosofi untuk hidup yang disengaja, namun bagi banyak orang, ini berubah menjadi semacam pertunjukan estetika.
Inilah kenyataan yang tidak mengenakkan: banyak hal yang kini dilabeli oleh masyarakat kelas menengah ke atas minimalis kelihatannya, dari sudut pandang kelas pekerja, sangat mirip limbah.
Minimalisme benar-benar bisa menjadi kuat dan membebaskan. Tapi itu tergantung pada alasan Anda melakukannya. Apakah Anda menyederhanakan hidup Anda untuk menciptakan ruang mental, atau apakah Anda membuang barang-barang yang dapat Anda gunakan kembali dengan mudah karena bertentangan dengan gaya hidup yang terkurasi?
Mari kita lihat beberapa contoh yang memperlihatkan perbedaannya.
1) Membuang barang alih-alih memperbaikinya
Jika Anda tumbuh di kelas pekerja, Anda mungkin ingat aturan rumah tangga yang berbunyi seperti ini: kalau bisa diperbaiki, itu bukan sampah.
Saya masih bisa membayangkan ayah saya berjongkok di atas boombox tua, peralatan tersebar, mencoba menghidupkannya kembali. Ini bukan tentang menjadi sentimental. Ini tentang tidak menyia-nyiakan potensi yang masih ada.
Hari ini, saya melihat pola pikir yang berbeda. Pemanggang roti berhenti bekerja satu kali, dan langsung dibuang. Sebuah kursi bergoyang, dan pada pagi hari kursi itu berada di pinggir jalan. Orang-orang memposting secara online tentang “merapikan barang-barang rusak” seolah-olah perbaikan bukanlah bagian dari proses.
Namun kesederhanaan sebenarnya bukan hanya tentang hal-hal yang lebih sedikit. Ini tentang lebih menghormati barang yang Anda miliki. Memperbaiki sesuatu mengajarkan kesabaran, keterampilan, dan rasa syukur, nilai-nilai minimalis seharusnya diwakilkan sejak awal.
Jika kita melewatkan bagian itu, kita tidak menyederhanakan hidup; kami melakukan outsourcing tanggung jawab.
2) Merapikan barang-barang yang dapat digunakan “untuk ketenangan pikiran”
Ada perbedaan besar antara melepaskan apa yang tidak lagi bermanfaat bagi Anda dan membuang sesuatu yang masih berfungsi karena tidak lagi sesuai dengan suasana hati Anda.
Saya pernah menonton video di mana seseorang membuang blender yang masih bagus dan berkata, “Saya tidak lagi membuat smoothie. Itu membuat meja saya berantakan.”
Itu bukan perhatian. Itu adalah pemborosan yang dibalut sebagai perawatan diri.
Keluarga kelas pekerja tahu bahwa “ketenangan pikiran” tidak datang dari lemari kosong. Itu datang dari kesadaran bahwa Anda siap menghadapi apa yang terjadi dalam hidup Anda. Saat uang terbatas, blender “ekstra” itu bisa menjadi hadiah untuk sepupu yang pindah ke apartemen pertama mereka. Botol sampo yang setengah penuh itu masih ada nilainya.
Penguraian barang merupakan hal yang sehat jika dilakukan dengan sengaja, bukan pembuangan secara impulsif.
Kenyataannya adalah, kedamaian tidak ditemukan dengan menyingkirkan segalanya. Itu adalah mengetahui mengapa Anda menyimpan apa yang Anda simpan.
3) Mengganti barang-barang murah tapi fungsional dengan barang-barang mahal yang “lestari”.
Yang ini rumit karena kedengarannya bertanggung jawab. Siapa yang tidak ingin berkelanjutan?
Namun yang terjadi adalah: masyarakat membuang wadah plastiknya untuk membeli wadah bambu minimalis. Mereka membuang botol baja tahan karat tahun lalu demi versi “estetika ramah lingkungan” yang baru. Mereka menyebutnya “meningkatkan minimalisme mereka,” tapi sebenarnya, mereka hanya mengkonsumsi secara berbeda.
Saya pernah melakukan ini sebelumnya, menukar item yang dapat digunakan dengan sempurna dengan item yang “sesuai dengan tampilannya”. Dan kemudian, saya menyadari itu bukanlah minimalis. Itu adalah pemasaran.
Kebijaksanaan kelas pekerja memahami keberlanjutan secara berbeda. Ini tentang umur panjang, bukan branding. Anda menyimpan apa yang berhasil, memperbaiki apa yang rusak, dan menggunakan kembali apa yang Anda bisa.
Jika kita membeli lebih banyak agar terlihat seolah-olah kita memiliki lebih sedikit, kita kehilangan alurnya.
4) Menyingkirkan barang-barang rumah tangga yang “ekstra”.
Beberapa orang tidak tahan dengan kekacauan. Saya mengerti. Saya suka ruang kerja yang bersih. Namun ketika saya melihat seseorang membual tentang membuang semua “duplikat” mereka seperti peralatan tambahan, selimut, atau tali, saya tidak bisa tidak memikirkan bagaimana keluarga kelas pekerja menangani hal tersebut.
Mereka tidak melihat “ekstra” sebagai kekacauan. Mereka melihatnya sebagai cadangan.
Nenek saya memiliki laci berisi barang-barang yang oleh sebagian besar influencer minimalis disebut sebagai “sampah”. Namun ketika ada sesuatu yang rusak, remote, radio, engsel, dia selalu punya komponen atau alat untuk memperbaikinya.
Rumahnya tidak semrawut. Itu fungsional.
Minimalisme sering berfokus pada bentuk. Kepraktisan kelas pekerja berfokus pada fungsi. Ada kebanggaan tersendiri dalam menjadi banyak akal, dalam membuat sesuatu bertahan lama, dalam menyimpan suku cadang karena Anda tidak pernah tahu kapan Anda akan membutuhkannya.
Jika Anda dapat mengganti sesuatu dengan mudah, “ekstra” sepertinya tidak diperlukan. Jika tidak bisa, itu penting.
5) Menjual atau menghibahkan pusaka keluarga
Salah satu perbedaan terbesar antara estetika minimalis dan kesopanan generasi terletak pada cara masing-masing memperlakukan hal-hal sentimental.
Saya pernah melihat sebuah blog minimalis di mana penulisnya menjual perangkat teh neneknya dan mengatakan bahwa itu “tidak sesuai dengan gayanya.”
Hal itu membuat dadaku sedikit sesak. Karena bagi keluarga kelas pekerja, benda pusaka bukanlah dekorasi. Itu adalah sejarah.
Mangkuk yang retak mungkin mengingatkan Anda pada makan malam hari Minggu ibumu. Selimut mungkin dijahit dari pakaian orang-orang terkasih yang sudah lama tiada. Barang-barang ini tidak berantakan. Mereka adalah jangkar.
Memang benar, tidak semua hal lama harus dipertahankan. Namun ketika Anda tumbuh di mana segala sesuatunya penting, setiap piring, setiap foto, setiap surat yang disimpan, Anda belajar bahwa nilai tidak selalu terlihat.
Minimalisme yang membuang warisan demi ketenangan estetika kehilangan beban emosional yang membuat rumah terasa hidup.
6) Memperkecil ruang fungsional demi estetika “hidup sederhana”
Ada ide romantis dalam gaya minimalis kelas menengah ke atas: “rumah impian mungil”.
Ruang kecil yang dikurasi sempurna dengan warna-warna netral, beberapa tanaman, dan lampu dari lantai hingga langit-langit. Ini memotret dengan indah. Namun bagi kelas pekerja, “hidup kecil” bukanlah sebuah pilihan. Itu hanya kenyataan.
Saya ingat bepergian ke beberapa wilayah Asia Tenggara dan mengunjungi keluarga-keluarga yang tinggal di rumah dengan satu kamar. Mereka tidak menyebutnya minimalis. Mereka menyebutnya sebagai suatu keharusan. Setiap inci ruang memiliki tujuan.
Perbedaannya adalah niat. Beberapa orang mengecilkan hidup mereka karena pilihan, menyebutnya kebebasan. Yang lain menghabiskan hidup mereka untuk mencoba memperluas ruang mereka, menyebutnya sebagai kemajuan.
Minimalis benar-benar dapat menciptakan kedamaian dan fokus, namun kita harus mengakui keistimewaan di balik memilih ukuran kecil. Menyederhanakan lingkungan Anda adalah satu hal. Meromantisasi kelangkaan adalah hal lain.
7) Memperlakukan sampah berbasis kenyamanan sebagai “kehidupan yang disengaja”
Minimalisme modern seringkali bersembunyi di balik kenyamanan. Produk “ramah lingkungan” sekali pakai, tempat isi ulang yang mewah, dan makanan ringan yang dikemas secara individual, semuanya dirancang agar terlihat sederhana dan ramah lingkungan.
Namun rumah tangga kelas pekerja telah menggunakan kembali stoples, wadah, dan tas belanjaan jauh sebelum hal ini menjadi sebuah gerakan. Ibuku biasa menyimpan sisa makanan di wadah margarin bekas, yang asli “digunakan kembali”.
Kini, kebiasaan tersebut diganti namanya menjadi eco-chic.
Ini adalah sebuah paradoks yang aneh: orang-orang yang memiliki sumber daya paling banyak sering kali paling tidak terlatih dalam mengembangkan sumber dayanya. Kenyamanan disalahartikan sebagai efisiensi, dan “lebih sedikit kerumitan” dipasarkan sebagai “hidup dengan sengaja.”
Hal paling hati-hati yang dapat Anda lakukan adalah tidak membeli kemasan minimal yang lebih cantik. Ini menggunakan apa yang sudah Anda miliki sampai benar-benar selesai.
8) Membuang sisa makanan karena “Saya tidak makan makanan yang dipanaskan”
Yang ini benar-benar membuatku mengerti.
Saya pernah menginap di rumah teman setelah pesta makan malam. Keesokan paginya, dia membuang nampan berisi makanan yang tidak tersentuh karena dia “tidak suka sisa makanan”.
Itu bukan minimalis. Itu hak istimewa.
Keluarga kelas pekerja telah lama menguasai seni transformasi, mengubah makanan kemarin menjadi makan siang hari ini. Ibuku membuat sisa nasi menjadi nasi goreng, sisa rebusan menjadi sup, roti basi menjadi crouton. Ini bukan tentang berhemat. Ini tentang rasa hormat.
Ada martabat yang tenang dalam tidak menyia-nyiakan makanan. Ini mengakui upaya yang dilakukan untuk membuatnya, jam, bahan, dan energi.
Menyebut sampah makanan sebagai “penguraian” atau “penyederhanaan” hanyalah cara lain untuk menutupi keterpisahan.
Perhatian penuh bukan tentang membuang apa yang tidak lagi menarik. Ini tentang tetap bersyukur atas apa yang masih menyehatkan Anda.
Intinya
Minimalisme memiliki keindahan dan titik butanya.
Pada intinya, hal ini seharusnya membantu kita hidup dengan niat, bukan mengabaikan tanggung jawab. Ini dimaksudkan untuk mengalihkan fokus kita dari sesuatu ke makna. Namun seringkali, hal itu berubah menjadi performa, estetika yang bersih tanpa substansi di baliknya.
Nilai-nilai kelas pekerja mengingatkan kita pada kebenaran yang lebih dalam: kesederhanaan bukan berarti memiliki lebih sedikit. Ini tentang menghargai lebih banyak. Memperbaiki bukannya mengganti. Menggunakan kembali alih-alih melakukan rebranding. Memegang makna meski sedikit berantakan.
Jika Anda berasal dari latar belakang di mana setiap benda memiliki bobot, minimalis terlihat berbeda. Ini bukan tentang ruang kosong. Ini tentang sepenuh hati.
Minimalisme sejati bukan tentang seberapa sedikit yang Anda miliki. Ini tentang seberapa dalam kamu menghargai apa yang kamu simpan.
Jika Anda Adalah Ramuan Penyembuhan, Anda Akan Menjadi Yang Mana?
Setiap ramuan memiliki jenis keajaiban yang unik — menenangkan, membangunkan, membumi, atau memperjelas.
Kuis 9 pertanyaan ini mengungkap tanaman penyembuh yang mencerminkan energi Anda saat ini dan apa yang dikatakannya tentang ritme alami Anda.
✨ Hasil instan. Sangat berwawasan luas.